Membunuh Waktu
MEMBUNUH WAKTU
Santirta Martendano, plasamsn.com
“Aku mau jadi pelukis,” kata Edo penuh semangat.
Edo (9), seorang anak penderita kanker otot, rhabdomyosarkoma. Tipe kanker ganas yang lebih sering ditemukan pada anak-anak. Ia lahir dari keluarga petani miskin di Bengkulu. Saat usianya 5 tahun ditemukan benjolan di tangan kirinya. Orangtua Edo memutuskan untuk dilakukan operasi di salah satu rumah sakit di Padang. Benjolan tersebut ternyata sarkoma (tumor ganas).
Penyebaran sel kanker kini sudah mencapai otak Edo. Kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais jadi menu reguler. Namun Edo tak pernah berhenti berjuang melawan penyakitnya yang sudah mencapai stadium empat.
Edo menunggu kesembuhannya di ‘Rumah Kita-1’ milik Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), rumah singgah bagi anak-anak penderita kanker dari keluarga tidak mampu saat berobat jalan atau rawat inap.
Belajar dan bermain bagi Edo dan teman-temannya menjadi pengisi hari-hari perawatan dan pengobatan yang monoton. Tubuh luka tak bisa disembuhkan hanya dengan obat-obatan. Hati yang gembira bisa jadi obat mujarab.
Di rumah singgah, mereka dibekali ilmu agar tak tertinggal jauh dari teman sekelasnya bila kembali ke sekolah. Lewat belajar, semangat hidup akan tetap menyala. “Mereka pun akan lebih siap dengan kemungkinan buruk yang terjadi,” jelas Ibu Pinta, ketua YKAKI.
Edo suka menggambar. Pikirannya larut dalam imajinasi seru. Garis lurus lengkung ditarik fasih membentuk pola binatang favoritnya, dinosaurus dan singa.
BIOGRAFI
Santirta, fotografer lajang kelahiran Jogja, Maret 1979. Pernah bekerja di Djakarta Magazine, Tempo dan Media Indonesia kini editor foto plasamsn.com. Pertama kali menyukai fotografi sejak ikut demonstrasi Reformasi tahun 1998.
KETERANGAN GAMBAR
- Ruang kamar di Rumah Kita-1: Edo serius melukis sebelum tidur
- Ibu dan seorang suster membujuk Edo untuk kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Hal yang paling tidak disukai Edo.
- Bersama teman-temannya, Edo belajar bahasa Indonesia menggunakan laptop.
- Bersama temannya yang terkena kanker darah di lorong ratapan. Lorong Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, tempat orang tua anak penderita kanker menangis dan mengeluh.
- Boneka milik anak penderita kanker menumpuk di sudut kamar.