Research dan Data Capture bersama Saša Kralj
"The first problem is that most of your stories are coming from what you already know. This way, you think you need to describe your story instead of doing research on it, instead of learning about it," Saša Kralj.
Kalimat di atas menjadi pembuka sesi Research dan Data Capture oleh Saša Kralj yang berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2020 di Gedung PermataBank, WTC 2. Dalam pertemuan ketujuh ini, masing-masing peserta mendapatkan umpan balik atas proposal photo story yang mereka ajukan di awal program.
Pada sesi pertama pertemuan ini, Saša Kralj menjelaskan alur kerja dari pembuatan photo story adalah 1). Berangkat dari ide, 2). Memotret sekaligus melakukan riset, 3). Melakukan edit, 4). Melakukan riset berdasarkan temuan-temuan di lapangan (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa dan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dengan menemui ahli atau membaca informasi dari berbagai sumber yang terpercaya), 5). Kembali memotret, 6). Melakukan riset lagi, dan begitu seterusnya sampai merasa cukup, puas, dan ide/gagasan yang ingin disampaikan sudah tersampaikan di dalam photo story.
Ada beberapa pernyataan menarik dalam sesi ini:
"Question everything! You also have to question the thing you think you know," Saša Kralj
"Ask unsual, crazy question," Saša Kralj
"Ketika kamu menjalankan peran sebagai jurnalis, perlu memelihara skeptisisme. Jangan langsung mempercayai semua yang disampaikan narasumber, cek lagi kebenarannya," Rosa Panggabean.
Dari pernyataan-pernyataan di atas rasanya bisa kita simpulkan bahwa riset adalah sebuah proses yang tidak linear melainkan melingkar, untuk terus bertanya dan mempertanyakan dan berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Jadi, sudah seharusnya sebuah karya berangkat dari ketertarikan dan keingintahuan, dan hasil akhirnya mengilustrasikan keingintahuan itu, bukan sekedar mendeskripsikan hal-hal yang sudah kita (dan mungkin orang lain) ketahui. Jika hanya mendeskripsikan yang sudah kita ketahui, bisa saja karyanya jadi membosankan.
(Sesi Research dan Data Capture bersama Saša Kralj masih akan berlanjut pada tanggal 24 Januari 2020.)
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - AntaraFoto/PPG 2018)
Visual Literacy: Pemaknaan Visual
“Pemaknaan visual sangat terpengaruh atas memori visual fotografer,” Edy Purnomo
Sebagai fotografer penting untuk memiliki kekayaan visual. Fotografer dapat memperbanyak referensi visual dengan cara membaca buku foto berbagai genre karya berbagai fotografer, membaca buku baik fiksi maupun nonfiksi, menonton film, dan mendengarkan musik. Dalam kelas Visual Literacy oleh Edy Purnomo (PannaFoto Institute) ini, peserta menerima berbagai stimulus mulai dari melihat karya-karya August Sander, Sebastiao Salgado, Grant Wood, Henri Cartier-Bresson, Seydou Keita, Alex Webb, Elliot Erwit, Martin Parr, Fernando Randy, dan karya Edy Purnomo sendiri. Kemudian mendengarkan musik, hingga menebak gambar dan ilustrasi. Selain itu, mentor Edy Purnomo juga memperkenalkan Teori Gestalt serta bagaimana membaca dan memaknai sebuah karya menggunakan teori tersebut, sebelum akhirnya masing-masing peserta mencoba menerka apa yang ingin fotografer sampaikan melalui sebuah karya foto.
Kelas Visual Literacy merupakan sesi keenam dari Pelatihan Fotografi program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 yang berlangsung di World Trade Center 2, Sudirman pada tanggal 10 Januari 2020 dan merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 persembahan PermataBank dan Erasmus Huis, bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta dan para mitra.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen)
Memilih Foto, Memahami Konsistensi Visual dalam Sesi Editing 2
Jakarta, 7 Januari 2020, ratusan lembar foto baik berwarna maupun hitam putih terhampar di atas sepuluh meja, sepuluh orang pewarta foto berkutat dengan foto-foto tersebut, mempelajari satu per satu foto yang sudah mereka ambil selama dua minggu ini, menimbang-nimbang foto mana yang kiranya dapat mereka gunakan untuk membangun photo story yang sedang mereka kerjakan.
"Apa yang ingin kamu sampaikan melalui photo story kamu? Coba ceritakan secara singkat dalam tiga kalimat", menjadi pertanyaan pertama dari setiap mentor di sesi editing. Pertanyaan ini untuk mengingatkan kembali tujuan mereka, sekaligus sebagai latihan mempresentasikan karya mereka. Mereka menceritakan tentang kisah yang ingin mereka sampaikan sekaligus memperlihatkan lima belas foto yang menurut mereka menarik dan kemudian mendiskusikannya dengan mentor.
Diakhir sesi, seluruh peserta, mentor, dan kepala sekolah duduk bersama untuk merangkum pertemuan kali ini, apa saja yang para peserta dapatkan dalam pertemuan kelima Pelatihan Fotografi dari program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 ini. Riska Munawarah, pewarta foto lepas dari Aceh menyatakan ia baru mengetahui pentingnya konsistensi visual dalam sebuah photo story, pernyataannya ini diamini oleh rekannya Iqbal Septian Nugroho, pewarta foto Merdeka.com. Sama halnya dengan bercerita melalui film atau melalui tulisan konsistensi visual, tutur, dan gaya diperlukan untuk memudahkan pembaca/penonton memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh pembuat cerita.
(Teks: Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)
Mengenal Edit Fotografi dalam Sesi Editing 1
Ramdani, pewarta foto Media Indonesia dan alumni Permata Photojournalist Grant (PPG) tahun 2013, membuka pertemuan keempat Pelatihan Fotografi dari rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 dengan mempresentasikan puluhan photo story yang telah ia buat sejak mengikuti program PPG 2013 hingga hari ini, yang sudah pernah dipublikasikan di media tempat ia bekerja, dengan berbagai kisah dari kisah tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri, budaya pulang kampung dengan motor, hingga revolusi transportasi kereta dalam kota dari tahun ke tahun.
Setelah presentasi dari Ramdani, sesi selanjutnya adalah Editing 1. Pertemuan yang berlangsung di PermataBank, WTC 2 Sudirman pada 20 Desember 2019 ini memberikan ketegangan tersendiri bagi kesepuluh peserta karena mereka diharuskan membawa foto tercetak sebanyak 45 frame yang kemudian akan dipilih lima belas foto yang dapat digunakan untuk membangun cerita mereka. Setiap peserta diminta untuk menyusun seluruh foto yang mereka bawa di atas meja dan kemudian memilih 12-15 foto yang menurut mereka menarik dan dapat digunakan dalam photo story yang tengah mereka kerjakan. Kemudian para mentor: Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter, serta observer Ramdani secara bergantian menghampiri masing-masing peserta untuk mendiskusikan frame yang mereka pilih.
Mereka mengakui 45 angka yang besar dan selama memotret mereka lebih banyak fokus untuk memenuhi kuota tersebut hingga lupa menikmati proses memotret dan bertemu narasumber, maupun pada cerita yang ingin mereka ceritakan melalui proyek foto mereka ini. Di akhir pertemuan keempat ini, para mentor kembali mengingatkan peserta untuk juga bersenang-senang selama mengerjakan proyek foto mereka. "Jika kalian mengerjakannya dengan senang, saya percaya gambar akan mengikuti, akan ada saja visual yang kalian temui di lapangan," ujar Edy Purnomo.
Pertemuan keempat ini menutup sesi di tahun 2019, kelas selanjutnya akan berlangsung pada tanggal 7 Januari 2020. Dalam dua minggu ke depan peserta akan memanfaatkan waktu untuk melanjutkan cerita mereka; memotret, wawancara narasumber, termasuk melihat kembali mind map dan mempertajamnya bila dirasa perlu.
Segenap tim Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 mengucapkan Selamat Tahun Baru 2020!
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Aprillio Akbar - Antara Foto/PPG 2018)
Membuat Mind Map, Mempertajam Cerita
Developing Photo Story: Ideas into Photo Story menjadi bahasan utama dalam pertemuan ketiga pelatihan fotografi Permata Photojournalist Grant 2019 dan disampaikan oleh Yoppy Pieter. Salah satu materi yang masuk dalam sesi ini adalah metode mind mapping.
Mind mapping, dipopulerkan oleh Tony Buzan (Psikolog, Penulis, dan Bintang Televisi ternama di Inggris), secara harfiah berarti memetakan pikiran, salah satu metode yang diterapkan dalam pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Mind map untuk merancang dan mengembangkan photo story bermanfaat sebagai alat ukur dalam memahami konten dan sebagai metode untuk mencatat ide maupun gagasan/pikiran. Melalui pembuatan mind mapping ini akan terlihat seberapa dalam peserta memahami topik yang akan mereka angkat dalam photo story mereka. Selanjutnya, dengan berdiskusi dengan mentor mereka akan dapat mengetahui bagian mana dari seluruh peta yang harus mereka pertajam dan angkat dalam pembuatan photo story mereka.
Sesi III pelatihan fotografi ini berlangsung pada 17 Desember 2019 di Gedung PermataBank, WTC 2, Lantai 21 dan merupakan rangkaian program Permata PhotoJournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020. Pelatihan fotografi terdiri dari 12 sesi kelas dan 3 hari workshop intensif yang akan berlangsung hingga 12 Februari 2020.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)
Finalisasi Proposal dan Pengenalan Photo Story
Jakarta, 13 Desember 2019, sesi kedua pelatihan fotografi program Permata Photojournalist Grant 2019. Tim mentor yang terdiri dari Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter mengawali pertemuan ini dengan mendengarkan update dari masing-masing peserta atas penajaman proposal sekaligus finalisasi proposal siapa saja yang sudah bisa mulai dieksekusi. Sebelumnya tim mentor menantang kesepuluh peserta untuk memperbaiki proposal mereka maupun membuat proposal alternatif, yang kemudian dibedah dalam pertemuan pertama pada 10 Desember lalu.
Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi Introduction Photo Story oleh Rosa Panggabean. Rosa memaparkan ragam cara bertutur yang dapat digunakan para peserta untuk menyampaikan kisahnya yang bertema Inovasi. Ia juga memperlihatkan berbagai contoh photo story baik karya pribadinya, karya alumni program Permata Photojournalist Grant, hingga karya fotografer internasional. Sesi ini selain memberikan pengetahuan mengenai apa itu photo story tapi juga memberikan beragam referensi visual yang diharapkan dapat memperkaya bahasa visual para peserta.
Sesi kedua ini diakhiri ini dengan penugasan riset dan memotret. Pada pertemuan berikutnya, mind mapping akan menjadi materi utama dan foto-foto yang akan mereka ambil ini dapat membantu dalam penyusunan mind map tersebut.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)
Bertemu Sepuluh Penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019
Baris 1 (kiri-kanan): Adi Maulana Ibrahim (Katadata.co.id), Riska Munawarah (Freelance), Bisma Septalisma (CNNIndonesia.com)
Baris 2 (kiri-kanan): Rivan Awal Lingga (Antara Foto), Iqbal Septian Nugroho (merdeka.com)
Baris 3 (kiri-kanan): Hafitz Maulana (Tirto.id), Jamal Ramadhan (kumparan.com)
Baris 4 (kiri-kanan): Iqbal Lubis (Freelance), Sutanto Nurhadi Permana (Harian Umum Galamedia), Mas Agung Wilis Yudha Baskoro (Jakarta Globe)
Selasa, 10 Desember 2019 menjadi hari pertama bagi kesepuluh penerima program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2019 tersebut di atas untuk bertatap muka dengan tiga mentor, Edy Purnomo (Fotografer dan Edukator, PannaFoto Institute), Rosa Panggabean (Fotografer Independen, Alumni PPG 2011), dan Yoppy Pieter (Fotografer Independen, Alumni PPG 2011) dalam sesi pertama pelatihan fotografi untuk pembuatan sebuah karya foto bercerita dengan tema Inovasi.
Pada pertemuan pertama ini masing-masing peserta mengemukakan proposal dan rencana pembuatan photo story yang akan mereka kerjakan selama periode pelatihan fotografi ini yakni sejak 10 Desember 2019 hingga 12 Februari 2020. Selanjutnya proposal-proposal bertema inovasi ini dibedah bersama dengan para mentor untuk kemudian dikembangkan dan difinalisasi.
PPG 2019 merupakan rangkaian program Permata Photojournalist Grant 2019 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2020 yang diinisiasi oleh PermataBank dan Erasmus Huis bekerja sama dengan PannaFoto Institute, Leica Store Jakarta, dan para mitra.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto, Fotografer Independen/PPG 2016)
Training of Trainers Hari 1: Orientasi dan Perkenalan
10 fotografer dan pengajar fotografi mengikuti program Training of Trainers yang berlangsung di WTC (World Trade Center) II Sudirman pada tanggal 12-14 Maret 2019 dengan mentor Edy Purnomo dan Ahmad 'deNy' Salman. Kesepuluh fotografer dan pengajar fotografi ini berasal dari berbagai kota di Indonesia: Banda Aceh, Jakarta, Kediri, Kupang, Pontianak, Purwokerto, and Yogyakarta. Pada hari pertama program Training of Trainers, peserta menerima teori cycle of learning dari mentor Edy Purnomo. (Foto: Agoes Rudianto)
Pitching dan Editing: Kelas Intensif Bersama Jenny Smets
Jenny Smets, kurator independen sekaligus Director of Photography majalah Vrij Nederland yang diterbitkan secara bulanan di Belanda. Sebagai Director of Photography Jenny bekerja dengan banyak fotografer, tidak hanya fotografer Belanda tetapi juga fotografer internasional, yang menginginkan photo story mereka diterbitkan dalam majalah Vrij Nederland.
Selama tiga hari pada 11-13 Februari 2019 10 peserta Permata PhotoJournalist Grant (PPG) 2018 mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kelas Jenny Smets yang berlangsung di Erasmus Huis, Jakarta Selatan. Dalam tiga hari kelas intensif ini peserta mempelajari bagaimana melakukan pitching baik secara langsung di hadapan Jenny maupun melalui tulisan. Di samping itu, bersama Jenny, Edy Purnomo, Rosa Panggabean, dan Yoppy Pieter, semua peserta menyusun edit final yang terdiri dari 12 foto, edit ini yang nantinya akan dipresentasikan oleh masing-masing peserta dalam bentuk pameran dan diskusi karya.
Di akhir sesi, yakni pada hari Rabu, 13 Februari 2019 peserta melakukan presentasi karya final di hadapan mentor, sesama peserta, mitra, dan alumni PPG yang pada hari itu diundang untuk menyaksikan presentasi final tersebut.
Pameran Foto PPG 2018: Diversity akan berlangsung pada bulan Maret 2019 di Erasmus Huis.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto)
Kelas 12: Editing di Pertemuan Terakhir
Kelas terakhir dalam rangkaian Permata PhotoJournalist Grant 2018 berlangsung di PermataBank, WTC 2 pada Jumat, 1 Februari 2019. Didampingi mentor Edy Purnomo dan co-mentor Rosa Panggabean dan Yoppy Pieter, serta observer Ramdani (Media Indonesia) peserta kembali 'bermain-main' menyusun sequence bagi photo story mereka. Di samping membuat sequence, di akhir sesi peserta mendapatkan tugas untuk menyiapkan sebuah presentasi terdiri dari 3 kalimat yang menjelaskan secara singkat dan jelas: 1) Cerita tentang photo story mereka, 2) Alasan menceritakan topik tersebut, 3) Kaitannya dengan tema besar program PPG: Diversity. Editing dan materi presentasi tersebut akan menjadi modal bagi kesepuluh peserta untuk mengikuti sesi workshop intensif bersama Jenny Smets (Kurator Independen & Director of Photography majalah Vrij Nederland, Belanda) yang akan berlangsung pada 11-13 Februari 2019.
Sejak 11 Desember 2018 lalu, kesepuluh peserta: Ajeng Dinar Ulfiana (Katadata.co.id), Albertus Vembrianto (Pewarta Foto Lepas), Aprillio Abdullah Akbar (Antara Foto), Bayu Eka Novanta (Pewarta Foto Lepas), Denty Piawai Nastitie (Kompas), Helmi Afandi Abdullah (kumparan.com), Hendra Eka (Jawa Pos), Muhammad Hidayat (Tempo), Putra Muhamad Akbar (Republika), dan Willy Kurniawan (REUTERS) telah menerima beragam materi mulai dari pengantar photo story, mind-mapping, visual literacy, riset, penulisan, hingga editing. Akan tetapi bukan berarti proses belajar mereka berakhir dengan berakhirnya sesi kelas PPG. Peserta masih memiliki kesempatan untuk melengkapi dan memperbaiki photo story mereka hingga akhir sesi dengan Jenny Smets.
Proses belajar penerima PPG 2018 ini masih panjang dan rangkaian program Permata PhotoJournalist Grant 2018 - Erasmus Huis Fellowship to Amsterdam 2019 masih lebih panjang lagi.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto)
Kelas 11: Outline, Ungkapan, Berlatih Menulis Bersama Yusi A. Pareanom
Melanjutkan sesi 1 penulisan yang berlangsung pada 22 Januari lalu. Selasa, 29 Februari 2019 peserta kembali bertemu dengan Yusi A. Pareanom untuk sesi 2 di PermataBank, WTC 2 ini. Yusi membuka kelas dengan memberikan feedback atas tugas membuat outline berdasarkan tema photo story yang diangkat oleh masing-masing peserta. Dari sesi ini, kita semua belajar bahwa dalam menulis banyak dari kita yang masih melakukan kesalahan mendasar, seperti tidak dapat membedakan penulisan "di" sebagai imbuhan dengan "di" sebagai kata depan. Menulis bukan hal yang mudah, kita semua dapat menyetujui pernyataan tersebut dan dua sesi kelas penulisan hampir pasti belum cukup untuk membuat seseorang membuat tulisan yang bagus. Akan tetapi, paling tidak semestinya dapat mengetahui hal-hal mendasar yang dalam menulis: memilih diksi yang tepat, memeriksa kelengkapan tulisan, dan membaca ulang. Apabila ketiga hal tersebut sudah terpenuhi, satu pertanyaan terakhir, apakah tulisannya cukup menarik?
"Anggap tulisan yang kau buat itu bukan tulisanmu, berapa nilai yang akan kau berikan untuk tulisan itu?"
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto)
Kelas 10: Melanjutkan Materi Riset Bersama Sasa Kralj
Peserta Permata PhotoJournalist Grant kembali bertatap muka dengan Sasa Kralj melalui layar komputer. Satu per satu mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan Sasa mengenai perkembangan photo story yang tengah mereka kerjakan. Sebelum kelas, Sasa telah terlebih dahulu mempelajari photo story masing-masing peserta melalui teks, mind-map, dan foto-foto yang telah dikirimkan sebelumnya. Tidak hanya memberikan komentar, Sasa juga menyusun edit untuk beberapa photo story yang kemudian diperlihatkan kepada para peserta dan mentor. Pada kelas 8: Editing 3 yang berlangsung pada 18 Januari lalu peserta sudah berlatih melakukan edit story-nya dan di sesi 10 ini mereka melihat alternatif edit yang berbeda dan beberapa di antara mereka mengakui menyukai edit yang disusun oleh Sasa.
Kelas hari itu berjalan agak intens, tidak jarang Sasa melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis dan beberapa peserta terlihat mengalami kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Riset lebih dalam dan lebih luas untuk mendapatkan perspektif yang lebih beragam untuk melihat permasalahan dalam tema yang mereka pilih menjadi pesan utama yang diucapkan Sasa berulang kali dalam pertemuan ini, di samping memberikan beberapa rujukan judul buku dan tautan untuk dibaca sebagai tambahan bahan riset.
(Lisna Dwi Astuti / Foto: Agoes Rudianto)