Berselang 2 jam selepas resmi dinyatakan sebagai 10 peserta terpilih PPG XII dalam Virtual Kick Off, 14 Maret lalu, para peserta akhirnya memasuki kelas pertama dengan topik Orientasi PPG dan Developing Photo Story 1. Selain 10 peserta, para mentor, dan tim PannaFoto, para alumni pun turut dihadir dalam kelas daring.
Sebelum para mentor mulai membahas topik, Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto) menyampaikan kurikulum dan peraturan selama mengikuti PPG. Dengan mematuhi segala persyaratan ini, para peserta diharapkan dapat mengikuti seluruh proses belajar dan fokus mengembangkan kemampuan fotografi dengan nalar kritis.
Setelah para peserta memahami aturan teknis kelas, Edy Purnomo (Koordinator Mentor), mengajak para peserta menelaah ulang kata inspirasi, topik PPG tahun ini. “Inspirasi menjadi tema yang sepertinya mudah karena tak hanya subyek yang inspiratif tapi juga penyebab hingga dampaknya pada orang sekitar. Inspirasi tidak harus dengan cerita besar seperti advokasi/demonstrasi tapi juga bisa dengan cara receh seperti bermain,” ungkapnya.
Merespons pantikan Edy, peserta umumnya memaknai inspirasi dengan nuansa positif, seperti: keteladanan, mulia, berdampak, dan lainnya. Ada satu pertanyaan menarik dari Adwit Pramono (LKBN Antara, Manado), “Apakah inspirasi dapat dimaknai negatif? Misalnya hal tertentu bisa membuat orang melakukan hal buruk!” tanyanya. Edy menegaskan, inspirasi adalah kata sementara positif/negatif adalah tindakan atau respons dari kata tersebut, “Karya Rosa Panggabean tentang Paduan Suara Dialita menjadi contohnya, bagaimana trauma (negatif) dapat bertransformasi menjadi seni suara (positif),” jelasnya.
Sesi kelas yang berlangsung interaktif ini dilanjutkan dengan pitching proposal bersama para mentor, Rosa Panggabean dan Yoppy Pieter. Selama 120 menit, 10 peserta satu persatu memaparkan secara lisan proposal yang sebelumnya diajukan melalui teks saat pendaftaran.
Embrio ide cerita para peserta meliputi beragam isu, dari ekologi, pendidikan, disabilitas, ekonomi hingga Masyarakat Adat. Dalam diskusi para peserta dan mentor, Kristi Dwi Utami (Harian Kompas, Semarang) menyampaikan ketertarikannya meliput perjuangan perempuan nelayan untuk mendapatkan status nelayan pada KTP. “Karena selama ini ditulis sebagai ibu rumah tangga sehingga mereka tidak bisa mengakses bantuan dari pemerintah,” ungkapnya.
Merespons Kristi dan peserta lainnya, Rossa Panggabean menyampaikan pentingnya riset dalam proyek fotografi. “Kita sebagai fotografer jangan sampai datang ke lokasi tanpa riset yang cukup, lihat dengan jeli sehingga kita tidak hanya tahu tapi paham betul cerita yang akan disampaikan,”
Yoppy Pieter menambahkan, apa pun ide para peserta harus menghindari 3 hal berikut: membuat stigma baru, eksotisme, dan eksploitasi narasumber. “Jangan sampai mencontoh hal-hal yang sudah pernah terjadi,” tegasnya.
Kelas pun akhirnya selesai dengan beberapa ide peserta yang disetujui mentor, sementara yang lainnya diminta mencari ide atau angle peliputan yang berbeda dari yang pernah diliput sebelumnya. “Harus PeDe (Percaya Diri) ya dengan pilihan cerita teman-teman, karena itu akan mensugesti kita untuk merampungkan proyek ini sampai lancar.” pungkas Yoppy menyemangati para peserta.