Mencari Bahari
Mencari Bahari
Kintani Khairunnisa – Politeknik Harapan Bersama Tegal
Tegal, kota kecil dengan segala perjalanan sejarahnya. Dunia kebaharian Tegal sudah dikenal sejak tahun 1950an, salah satunya karena industri galangan kapalnya. Kota ini juga memiliki pelabuhan yang menjadi sarana angkutan perdagangan antarpulau pada abad ke-18 dan 19. Para pelaut percaya pelabuhan dan galangan kapal di Tegal merupakan salah tempat aman untuk membuang jangkar. Dasar lautnya yang berpasir jadi salah satu alasannya.
Tak heran, slogan kota ini didasarkan pada kata bahari – Bersih, Aman, Hijau, Asri, Rapi, dan Indah. Di dalamnya tercermin masyarakat sekitar yang menggantungkan nasib pada laut. Di luar urusan bahari, Tegal dikenal di seluruh Indonesia karena warung nasi ramesnya, yang lebih populer disebut Warung Tegal (warteg).
Tegal terus tumbuh dan berevolusi. Demi wajah kota yang tertata rapi, pembangunan terus dilakukan. Para investor berlomba menanamkan modal di pusat perkotaan. Di sisi lain, ada efek samping pembangunan yang mengekor. Nelayan mengeluhkan harga solar yang naik dan berbagai aturan kebijakan yang tidak berpihak pada mereka, pengunjung alun-alun kota kebingungan dengan sistem jalanan pusat kota yang diubah, pedagang kaki lima yang digusur, hingga permasalahan lahan parkir. Tegal, kota kecil yang kompleks dan tak cukup dipahami melalui satu perspektif.