Forum Editor 2022
Forum Editor merupakan rangkaian dari program Permata Photojournalist Grant. Forum Editor ini pertama kali diadakan tahun 2019 di Erasmus Huis (sebelum COVID-19) dan tahun ini merupakan kedua kalinya Forum Editor diadakan secara tatap muka setelah pandemi COVID-19. Di masa pandemi, Forum Editor tetap diadakan meski secara daring dan berupa seminar foto yang mengundang Adek Berry (AFP) dan Muhammad Fadli (Fotografer dokumenter lepas) sebagai pembicara. Kegiatan Forum Editor kali ini diselenggarakan pada Selasa, 5 Juli 2022 di Kedai Tjikini Jakarta Pusat. Selain dihadiri perwakilan dari PermataBank, forum ini juga dihadiri oleh: Dicky Sastra (Detik.com), Dwi Prasetyo (Narasi TV), Edwin Putranto (Republika/Pemantik Diskusi), Ricky Yudhistira (Projek Multatuli/Pemantik Diskusi), Safir Makki (CNN Indonesia), Unang Ramdhani (Media Indonesia), Wahyu Saputro (Antara Foto), Yuniadhi Agung (Kompas).
Forum Editor ini digagas lantaran melihat perlunya diskusi, pembicaraan, saling tukar-pikiran, dan mempertemukan para editor untuk membicarakan isu-isu yang terjadi di media-media di Indonesia. Selama 11 tahun Program PPG berjalan, program ini menawarkan pendidikan bagi para pewarta foto di Indonesia. Namun, di satu sisi, bagi para pewarta foto yang telah mendapatkan pendidikan (workshop) di PPG, kerap kali mengalami kendala saat para pewarta foto (alumni PPG) kembali bekerja di media masing-masing terkait komunikasi dengan editornya, publikasi karya, dll. Sehingga muncul usulan dari para pewarta foto (peserta/alumni PPG) untuk melibatkan para editor foto terkait bagaimana mentransformasikan karya-karya yang mungkin tidak mainstream, tapi bisa diterima oleh media. Pada Forum Editor di tahun 2019, sempat mengundang Jenny Smets (Editor, Edukator, Kurator) untuk mengetahui situasi dan lanskap media di Belanda. Ternyata, lanskap industri media di Indonesia pun memiliki cukup banyak isu-isu menarik untuk dibahas bersama para editor maupun pewarta foto.
Sesi pemaparan singkat 11 tahun perjalanan PPG disampaikan oleh Ng Swanti yang diawali dengan pemutaran video singkat perjalanan PPG serta perkembangan pewarta foto muda di Indonesia saat ini. Ng Swan Ti menyampaikan Kilas balik perjalanan PPG selama 10 tahun sejak pertama kali diluncurkan tahun 2011; mulai dari belum memiliki poster yang memadai untuk pembukaan pendaftaran PPG hingga ragam pemilihan tema yang semakin memancing pemikiran kritis di setiap tahun.
Dari keberagaman isu tersebut, PPG tetap memegang teguh marwah jurnalisme; bagaimana merespons isu-isu terkini, konteksnya, dll, dengan memperhatikan dan mempertimbangan segala risiko jika karya-karya tersebut dipamerkan. Isu-isu yang muncul lebih kompleks, mengantisipasi respons/reaksi di media sosial, dan perlunya mitigasi konten. Beragamnya isu-isu yang diangkat peserta PPG XI turut dibahas dalam Forum Editor. Dengan terpilihnya tiga pewarta foto yang berasal dari luar Jakarta, yaitu Palembang, Kendari, Makassar, sehingga cerita dan isu yang diangkat tidak hanya berasal dari ibu kota, tapi juga mengangkat kisah-kisah lain dari daerah.
Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, peserta PPG XI—yang kebanyakan adalah generasi Z atau generasi milenial—lebih mengangkat isu-isu yang mewakili zaman mereka (seperti isu-isu kesehatan mental, open-relationship, dll). Pada generasi sebelumnya, isu-isu marginal yang dibicarakan seputar isu-isu sosial (misalnya kemiskinan). Di PPG XI, meski isunya berangkat dari sesuatu yang personal, tapi masih tetap menangkat isu jurnalistik. PPG juga menerima masukan dari rekan salah satu peserta PPG yang menyampaikan bahwa saat ini sudut pandang anak muda, apapun dilihat dalam ranah personal, tidak lagi struktural.
Di sesi diskusi, Forum Editor menghadirkan Ricky Yudhistira (Project Multatuli, Jakarta) dan Edwin Putranto (Republika, Jakarta) sebagai pemantik diskusi. Sesi dimulai dengan kedua pemantik, yakni Ricky dan Edwin, yang akan berbagi tentang lanskap industri media mainstream di Indonesia. Menurut Edwin, butuh waktu dan proses untuk mendobrak cara-cara kerja lama agar jurnalis foto tidak terjebak dengan karya-karya reportase. Dengan adanya editor yang jeli untuk memilih mana hal yang penting dan tidak penting untuk diliput, praktis memberikan ruang dan waktu bagi fotografer untuk eksplorasi ide dan konsep ketika ingin berkarya. Edwin mencontohkan apa yang sudah ia terapkan di medianya, yaitu mulai mengedukasi rekan-rekan editor untuk menentukan skala prioritas ketika si fotografer mendapatkan penugasan untuk liputan, sehingga fotografer bisa lebih memiliki waktu untuk eksplorasi atau sekadar melakukan riset foto.
Edwin memberikan saran, sebaiknya yang dididik tidak hanya para editor, tetapi juga para petinggi-petinggi media untuk menyadari bahwa visual saat ini bergeser, mulai dari cara pendekatan, gaya visual, hingga tema-tema/isu yang diangkat. Ia juga sepakat jika dahulu persoalan struktural adalah sesuatu yang sangat berjarak dan fotografer hanya sebagai observer, tetapi saat ini, isu-isu struktural menjadi sesuatu yang personal, riil dialami oleh mereka. Pendekatan semacam ini sudah sejak awal diadaptasi oleh Project Multatuli, yakni bagaimana hal-hal yang personal ini sebenarnya menguak sesuatu yang struktural.
Ricky Yudhistira (Project Multatuli) memberi catatan bahwa penting bagi jurnalis foto untuk tetap mengingat bahwa mereka bukan hanya fotografer, tapi jurnalis yang menyampaikan karyanya melalui medium fotografi. Dalam konteks esai foto, masalah yang sejak dulu sampai saat ini masih dihadapi oleh rekan-rekan jurnalis foto adalah kelemahan dalam menyusun narasi. Dari sisi visual, kemampuan teknis mereka tidak diragukan, tapi kemampuan bertutur dan hal-hal dasar, seperti menulis, wawancara, riset, melengkapi dengan data, dll, masih lemah sehingga berpengaruh pada kemampuan membangun narasi saat membuat esai foto. Terkait PPG, menurut Ricky, kelas penulisan & riset cukup penting sehingga bisa membantu fotografer untuk memperkuat narasi dan belajar penulisan. Saran lainnya, fotografer juga bisa tandem/kolaborasi bersama penulis jika si fotografer masih merasa ada kelemahan dari sisi penulisan.
Dicky Sastra (Detik.com) berpendapat, sebagai pewarta foto, sangat penting untuk memiliki idealisme. Namun, menurut Dicky, idealisme itu tidak harus diterapkan di kantor/media tempat si pewarta foto yang bersangkutan bekerja. Artinya, pewarta foto berada di dua sisi. Di satu sisi, sebagai seorang profesional, ia bekerja di media mainstream dengan tuntutan liputan atau memenuhi kuota foto. Di sisi lain, fotografer bisa berkarya secara mandiri tanpa harus tergantung dengan tim. Dengan terbiasa bekerja secara mandiri, fotografer masih bisa tetap menjaga idealisme dalam berkarya dengan menawarkan sudut pandang/perspektif yang berbeda ketika memotret isu-isu tertentu. Idealisme seorang fotografer tidak harus disalurkan di media/perusahaan tempat ia bekerja. Menurutnya, fotografer idealnya bisa menghasilkan atau membuat buku foto. Bukan sekadar buku sebagai bagian dari dokumentasi dan arsip, tapi juga menjadi sebuah peninggalan (legacy) dari si fotografer.
Mengakhiri diskusi dalam acara Forum Editor, Andre Sebastian selalu VP, Head of External Communications, Corporate Affairs PermataBank menutup acara berharap diskusi-diskusi semacam ini dan Forum Editor dapat berlangsung secara rutin karena kontribusi dan masukan dari para editor foto sangat berperan dalam perkembangan Program PPG.
PPG XI Photo Webinar with Sebastian Liste
PermataBank and PannaFoto Institute invites award-winning photographer Sebastian Liste (Spain/Brazil) to host a photo seminar in conjunction with Permata Photojournalist Grant XI. In ‘Beyond the Single Images’, Liste would share about his dedication to long-form, in-depth documentary projects. His projects often focus on exploring loss and trauma; the human impact on the environment; and reflections of place, family, and memory. This seminar will be delivered in English with bahasa Indonesia interpretation option available. Click bit.ly/PPGXIPHOTOSEMINAR or click the link in bio to join the webinar! #CaptureYourStoryCloser #PermataPhotojournalistGrant #PPG #Photojournalist #FotoJurnalistik #FotoJurnalis #Photojournalism #Fotografi #Photography
Webinar PYP: Healing in Nature
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Kamis (30/06/2022), program webinar gratis memasuki sesi terakhir. Webinar dibuka dengan pemutaran kembali video program PYP sebagai perluasan program PPG dan dipandu oleh Ibu Ng Swan Ti selaku Managing Director PannaFoto Institute. Selanjutnya, Andre Sebastian selaku Head of External Communications PermataBank memberi sambutan sekaligus apresiasi kepada seluruh mitra yang turut mendukung terlaksananya Permata Youth Photostory (PYP) 2022.
Pendidik fotografi sekaligus pecinta alam Edy Purnomo menceritakan kisahnya menjelajahi alam bebas di berbagai daerah. Dalam perjalanannya, ia menemukan jeda dari kesibukan untuk refleksi diri dan inspirasi baru yang berfungsi sebagai tombol reset dalam kehidupan profesionalnya. Beawiharta, pewarta foto kawakan, membuka sesi dengan menceritakan dua buku foto karya Edy Purnomo, “Passing” dan “Wildtopia”. “Buku Wildtopia buatku adalah masterpiece Edy karena di sini dia berbicara soal alam, binatang, manusia dan perubahan iklim. Banyak fotografer bicara climate change dengan rumit, Edy berbeda. Ia menyajikannya dengan sederhana. Sebagai pendidik, pengamatannya tentang hewan dan alam disajikan seperti buku anak-anak untuk pengantar tidur,” ungkap Beawiharta.
Kecintaan Edy Purnomo pada alam telah tumbuh semenjak usia kanak-kanak. “Healing in Nature” merupakan refleksi masa kecilnya di kampung halaman. Alam dan pendidikan adalah dua hal yang meramaikan masa kecilnya. Ia berusaha memberi jarak antara kecintaan pada alam dan rutinitas harian agar semangat hidupnya tak padam.
Perjalanan Edy dengan fotografi membawanya berkarir di Agence-France-Presse, kantor berita Perancis di Indonesia. Ia menjadi saksi sejarah dan memotret aksi-aksi demonstrasi yang terjadi di tahun 90-an. Setelah masa reformasi, Edy mengalami kebuntuan dalam berkarya. Untuk membebaskan diri dari creative block, ia melakukan perjalanan ke Nepal, destinasi impiannya sejak kecil. Pada 2003 ia memberanikan diri mendaki Gunung Everest untuk pertama kalinya. Selain menikmati keindahan alam Nepal, ia juga berinteraksi dengan penduduk lokal. Dokumentasi perjalanannya di Nepal sempat dimuat di majalah lokal dan membawanya bertransisi dari pewarta foto ke fotografer lepas yang kerap mengkombinasikan alam ke karyanya.
Bagi Edy Purnomo, apa pun pekerjaanya, jika dijalankan tanpa passion atau sekadar menjadi rutinitas, maka hasilnya tidak akan maksimal. Saat mengalami kejenuhan, Edy pergi ke alam bebas dan menemukan kembali kecintaannya pada fotografi. Seiring berjalannya waktu dan teman perjalanan yang berkurang, ia mulai sering menjalani solo travelling ke alam bebas. Dengan perjalanan alam, ia membuka semua panca indera dan memberi jeda agar dapat memperhatikan sekeliling dengan lebih seksama. Alam bebas memberikannya banyak hal untuk direfleksikan. Ia juga menekankan pentingnya persiapan keamanan agar zero accident saat melakukan solo travelling.
Edy menjawab pertanyaan salah seorang fotografer muda terkait hal-hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, yakni dengan menguasai medium fotografi itu sendiri dan belajar memahami teknik storytelling yang berkaitan dengan cerita apa yang ingin kita ungkapkan. “Perpaduan keduanya– ketertarikan pada hal yang ingin diceritakan dan penguasaan medium fotografi menjadi kunci,” kata Edy.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
Webinar PYP: Saujana Sumpu
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Kamis (23/06/2022), program webinar gratis memasuki sesi kedelapan. Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) mengapresiasi PannaFoto yang setia mendukung terselenggaranya Permata Photojournalist Grant (PPG) serta Permata Youth Photostory (PYP).
Sesi webinar kedelapan PYP mengundang Yoppy Pieter sebagai narasumber dan Caron Toshiko sebagai pemandu. Saujana Sumpu merupakan salah satu proyek foto Yoppy Pieter, sekaligus nama sebuah desa kecil dekat Danau Singkarak di Sumatera Barat. Cerita foto ini menyorot topik perantauan– kisah tentang desa yang sepi karena ditinggal penduduknya untuk merantau. Selama dua tahun, 2013 hingga 2015, Yoppy bolak-balik Jakarta-Sumatera untuk mengerjakan proyek foto ini hingga akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku.
“Saya orang Jawa, orang luar Sumatera, namun jatuh cinta pada kampung ini. Kampung ini punya tanah yang luar biasa subur dan kehidupan yang tidak pernah saya temukan dimana pun”, ungkap Yoppy menjawab pertanyaan Caron Toshi perihal mengapa mendokumentasikan Desa Sumpu. “Sumpu adalah desa yang sangat subur, namun desa yang sangat sunyi dan sepi”, imbuh Yoppy. Dari proyek foto ini, Yoppy juga menemukan pergeseran konsep merantau dari pergi untuk kembali menjadi pergi dan menetap di kota. “Ini lebih dari sekadar merekam desa yang ditinggalkan, tapi bagaimana aku merepresentasikan kameraku sebagai mata para perantau yang merindukan kampungnya’, ujar Yoppy Pieter.
Caron Toshi menyoroti tiga pembabakan dalam buku foto Saujana Sumpu; kelahiran (anak muda) - kesedihan dan kesendirian - kebangkitan. Yoppy menjelaskan, pembabakan itu lahir saat proses produksi buku di tahap dummy. Pembabakan itu merepresentasikan bentuk-bentuk merantau itu sendiri. Dari awal mula merantau di usia muda untuk menghidupi diri sendiri, kerinduan akan kampung halaman hingga cara-cara berbeda untuk “kembali ke kampung” seperti menyekolahkan anak-anak Desa Sumpu atau merevitalisasi rumah.
Dari aspek personal, Saujana Sumpu adalah perjalanan Yoppy meredefinisi identitas dirinya, akar kampung halaman dan jelajah kuliner. Saujana, secara harafiah berarti “sejauh mata memandang”. Yoppy merekam lanskap Desa Sumpu secara harafiah dan simbolis melalui gambar hitam putih. Menampilkan kemuraman sekaligus keelokan desa di punggung kaldera hingga tepi Danau Singkarak ini. Bagi Yoppy, fotografi tak hanya berfungsi sebagai medium bercerita tapi juga medium pengetahuan. Ia berharap suatu hari nanti, rekaman visual ini dapat menjadi referensi riset. Yoppy juga menaruh perhatian mendetail tentang bagaimana Saujana Sumpu ditampilkan tak hanya secara dua dimensi dalam bentuk buku, tapi juga bagaimana cerita ini dipamerkan di ruang seni.
Yoppy Pieter kemudian menceritakan pengalamannya saat berpartisipasi di Joop Swart Masterclass 2019. Ia memperluas narasi cerita foto tentang perantauan, bermula dari tanah kelahiran para perantau hingga tanah dimana mereka saat ini menetap. Yoppy bertandang ke Indramayu untuk mendokumentasikan kehidupan warga Sumpu sebagai pelengkap rangkaian cerita Saujana Sumpu.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
Webinar PYP: Stories through Cycling
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri Webinar Fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Kamis (02/16/2022), sesi webinar dibuka oleh Ng Swan Ti dan sambutan dari Andre Sebastian selaku Head of External Communications dari PermataBank. Beliau juga mengundang peserta Webinar Fotografi PYP dan fotografer muda untuk datang ke Pameran Foto Permata Photojournalist Grant XI COURAGE di area Lobby WTC 2.
Di sesi webinar ketujuh ini, Dita Alangkara memandu perbincangan bersama fotografer Rony Zakaria yang mendapat angin segar untuk memotret dari perjalanan bersepeda bersama komunitas yang kini menjadi kawan dan sumber inspirasinya. Sesi ini menunjukkan kegiatan sehari-hari yang dapat menjadi motivasi baru untuk berkarya bagi fotografer.
Rony Zakaria adalah fotografer lepas yang fokus pada cerita foto dokumenter dengan aspek historis dan sosiokultural, serta bagaimana religi mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Ia juga kerap melakukan perjalanan keliling Indonesia untuk mendokumentasikan musik, lanskap alam, hingga isu deforestasi. Rony menjelaskan, “Salah satu yang membuat saya senang dengan fotografi adalah bertemu hal-hal unik dan orang-orang baru.” Rony yang metode kerjanya lekat dengan perjalanan atau travelling juga menghadapi hambatan gerak saat pandemi Covid-19. “Semua orang mengalami efek pandemi, termasuk profesi fotografer. Tapi hidup harus tetap berjalan dan saya berpikir bagaimana caranya untuk bertahan di pandemi ini”, imbuhnya. Di saat itu lah ia mulai menjajal hobi baru yang naik pamor saat pandemi yaitu bersepeda.
Sembari mengayuh sepeda, ia memotret apa-apa yang menarik perhatiannya. Kemudian ia membagikan hasil jepretan mengikuti para pesepeda di akun instagram The Monochrom Cyclist. Bagi Rony Zakaria, dibandingkan dengan menggunakan kendaraan lain, mengayuh sepeda dengan lambat memberi kedekatan lebih dengan keadaan sekitar. Awalnya ia hanya menggunakan kamera telepon genggam untuk memotret, seiring waktu ia terus berlatih untuk meningkatkan stamina dan keseimbangan guna mendukungnya membuat cycling photography.
Dalam fotografi dan bersepeda, Rony menemukan makna baru dalam kebebasan dan hidup. Keleluasaan dan kemungkinan untuk bergerak, melihat dan bercerita. Rony, yang juga brand ambassador Leica Store Jakarta, membuat cerita foto dengan bersepeda di Lasem, Jawa Tengah. Didukung oleh Leica Store Jakarta, seraya mengayuh ia pun memotret kehidupan di Lasem. Dengan bersepeda, ia dapat memperluas area jelajahnya di Lasem, meski kesempatan untuk mampir ke rumah-rumah warga banyak terlewat. Hasil jepretannya lalu dipamerkan di Leica Gallery Jakarta.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
Pembukaan Pameran Foto Permata Photojournalist Grant XI COURAGE di WTC 2 Sudirman
Rabu, 14 Juni 2022 adalah hari pembukaan pameran foto COURAGE yang menampilkan karya 10 pewarta foto penerima Permata Photojournalist Grant (PPG) edisi ke-11. Seiring pelonggaran kegiatan sosial di Jakarta, pameran diadakan secara luring di Lobby Area World Trade Center (WTC) 2 Sudirman, Jl. Jend. Sudirman Kav 29-31, Jakarta Selatan.
Rangkaian acara diawali seremoni kelulusan peserta di Ruang Sabang 3, dibuka dengan sambutan dari Ibu Meliza Musa Rusli selaku Presiden Direktur PermataBank. Beliau mengapresiasi seluruh peserta, mentor, partner dan staf yang berkontribusi untuk keberlangsungan PPG XI. Selanjutnya, Ibu Meliza mewakili PermataBank memberikan piagam apresiasi pada PannaFoto yang diwakili oleh Ibu Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute), dilanjutkan oleh sambutan dari Ibu Ng Swan Ti. Selepas itu, piagam apresiasi diberikan kepada para peserta PPG XI dan dilakukan prosesi tanda tangan poster sebagai simbol penutupan program workshop PPG XI. Puncaknya, Felix Jody Kinarwan diumumkan sebagai penerima Best Work Permata dalam PPG XI. Kontributor Project Multatuli (Banten) ini menerima kamera Leica persembahan Leica Store Jakarta.
Hadirin kemudian diundang bergeser ke Lobby Area untuk acara pembukaan dan tur pameran PPG XI: COURAGE. Acara dibuka dengan sambutan dari Ibu Richele Maramis selaku Head of Corporate Affairs PermataBank dan dilanjutkan penandatanganan poster oleh mitra program yang menandakan pembukaan pameran.
Pecinta fotografi, para mentor, anggota media, serta kerabat peserta PPG XI menghangatkan area pameran dengan kehadiran mereka. Para peserta dengan antusias menceritakan cerita di balik karya foto mereka pada semua yang hadir. Langit sore yang cerah menghujani area pameran dengan cahaya yang lembut, membuat pameran terasa hidup. Pameran PPG XI: COURAGE dapat dikunjungi setiap hari dari pk 08.00 - 20.00 WIB hingga 8 Juli 2022. Ikuti akun Instagram @permataphotojournalistgrant dan @pannafoto untuk kabar terbaru seputar program publik yang akan diadakan selama periode pameran.
Webinar PYP: Karierku, Pilihanku
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Kamis (09/06/2022), dua alumni Permata Photojournalist Grant berbicara mengenai suka duka dibalik penciptaan karya-karya foto jurnalistik yang disajikan untuk publik. Mereka akan membagikan bagaimana menempuh jalur karier sejak mereka mengenal fotografi hingga menjadi pewarta foto.
Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) membuka sesi webinar sekaligus mengumumkan 10 peserta terpilih PYP. Mewakili PermataBank, Andre Sebastian mengucapkan terima kasih atas antusiasme fotografer muda yang telah mengikuti sesi webinar fotografi PYP 2022. “Kami juga senang dan sangat mengapresiasi antusiasme yang sangat besar dari sekitar 133 pendaftar dari berbagai kota di Indonesia”, ungkap Andre Sebastian. Bagi fotografer muda yang belum dapat mengikuti PYP 2022, Andre Sebastian memberi semangat untuk tetap berkarya, mengikuti seri webinar gratis dan mencoba lagi di tahun depan.
Sesi webinar keenam ini dimoderatori oleh Fernando Randy, dan diisi oleh Ajeng Dinar Ulfiana serta Thoudy Badai Rifanbillah. Ajeng Dinar, visual jurnalis di Reuters untuk Indonesia, memulai sesi dengan berbagi bagaimana kecintaan pada fotografi membawanya pada karir yang ia tekuni sekarang. “Bagiku karir ini adalah hobi yang dibayar”, ujar Ajeng. Secara singkat ia menjelaskan apa itu profesi jurnalis, serta peran dan tanggung jawab pewarta foto. Kemudian ia membagikan nilai-nilai apa saja yang harus dipegang oleh seorang fotografer saat memasuki industri foto jurnalistik. Menurut Ajeng, penting bagi fotografer untuk tetap memperhatikan etika jurnalistik dalam mengambil gambar. Seperti memeriksa kebenaran informasi yang akan disampaikan, keakuratan dan dan kelengkapan dalam memotret subjek, tidak menyebutkan atau menampilkan korban kejahatan, serta bersikap independen dalam mewartakan sebuah peristiwa.
Selanjutnya Ajeng membagikan salah satu karyanya yang berjudul ‘Mr X’. Karya yang memenangkan Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2017 ini bercerita tentang fenomena tunawan– pria yang meninggal tanpa identitas diri. Ia juga membagikan cerita foto bertajuk ‘250cc’, sebuah kisah tentang perjalanan buruh kontrak yang menilai motor ber-cc besar sebagai pencapaian status sosial.
Thoudy Badai, pewarta foto di media Republika, lantas berbagi pengalamannya sebagai pewarta foto “angkatan Covid-19”. Ia menceritakan suka-duka pengalaman penugasan saat meliput kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Bagi Thoudy, menjadi pewarta foto itu perihal bertukar rasa. Perlu kedekatan dan pemahaman seorang seorang pewarta foto terhadap subjek yang ia liput. Hal ini penting untuk membangun rasa nyaman dan aman bagi narasumber. Ia juga menceritakan bagaimana profesi pewarta foto menuntutnya untuk cepat beradaptasi dengan dengan perkembangan teknologi, salah satunya dengan kemampuan mengoperasikan drone untuk mengambil gambar.
Dalam sesi tanya jawab, seorang fotografer muda bertanya bagaimana caranya untuk memulai karir sebagai jurnalis foto. Menurut Ajeng dan Thoudy, penting sekali untuk membangun relasi dan jaringan. Sebab banyak sekali pewarta foto lepas/independen yang karyanya mendunia meski tidak bernaung di bawah lembaga media.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
10 Peserta Permata Youth Photostory (PYP) 2022: JOURNEY
Congratulations! Kami ucapkan selamat bergabung dalam Permata Youth Photostory (PYP) 2022: JOURNEY kepada 10 Fotografer Muda.
-
-
- Alfian Romli, Mataram - Universitas Mataram & HIMIKOM UNRAM
- Audrey Kayla Fachruddin, Jakarta - Universitas Katolik Parahyangan & POTRET UNPAR Bandung
- Bahiroh Adilah, Jember - Fotografer Lepas
- Febby Andriyani, Banda Aceh - Universitas Syiah Kuala & Pers DETaK USK
- Griselda Mahissa, Jakarta - Universitas Padjadjaran Bandung
- Kintani Khairunnisa, Brebes - Politeknik Harapan Bersama Tegal
- Kurnia Ngayuga Wibowo, Cirebon - Fotografer Lepas & ISP Jawa Barat
- Reza Saifullah, Bogor - Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
- Vickram Sombu, Kupang - Universitas Nusa Cendana & Komunitas Film Kupang
- Zamzami Mutamim, Jakarta - Univ. Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA & I-Fotografi UHAMKA
-
Tim Seleksi Abriansyah Liberto (Pewarta Foto Tribun Sumsel & Pemenang World Press Photo 2022 South East Asia & Oceania, Long-Term Project), Muhammad Fadli (Fotografer & Editor Foto), dan Ng Swan Ti (Managing Director PannaFoto Institute) menyaring 133 aplikasi yang masuk. Berkaitan dengan proses seleksi, para juri memberi catatan:
"Antusiasme para pendaftar workshop PYP tahun pertama ini sangat tinggi terlihat dari jumlah aplikasi yang masuk. Dalam mengikuti program seperti ini, saya menyarankan fotografer muda menyiapkan portfolio dengan beragam cerita sehingga lebih menarik." - Abriansyah Liberto
"Dalam melakukan seleksi peserta untuk workshop, saya tidak selalu memilih kandidat dengan karya yang sudah ‘jadi’. Ada satu dua portfolio yang kelihatannya tidak matang, tetapi mempunyai daya tarik tertentu. Tantangan menjadi tim seleksi adalah menemukan kandidat yang potensial berkembang, mereka yang sekiranya akan mendapatkan manfaat jika terpilih mengikuti program atau workshop tersebut." - Ng Swan Ti
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua Fotografer Muda yang telah mendaftarkan diri. Tetap semangat berkarya, untuk kembali mencoba tahun depan bagi yang belum terpilih.
Sejumlah institusi pendidikan, dan komunitas fotografi mendukung penyelenggaraan Permata Youth Photostory (PYP) 2022, antara lain Universitas Katolik Parahyangan, Desain Komunikasi Visual Politeknik Harapan Bersama, Fotografi ISI Padang Panjang, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Arkademy, Kelas Pagi dan Women Photograph Indonesia.
Pameran Foto Permata Photojournalist Grant XI COURAGE
Merayakan dekade kedua dalam kolaborasi, PermataBank dan PannaFoto Institute meluncurkan edisi ke-11 Permata Photojournalist Grant (PPG XI), bertema COURAGE. Tema ini melambangkan fase baru dalam perjalanan PPG, namun juga mewakili semangat yang kami harap dapat kita miliki dalam menjalani kehidupan, serta bangkit kembali dari kesulitan.
Kesepuluh peserta PPG XI diseleksi oleh Edy Purnomo (Fotografer dan Mentor PPG) dan Edwin Putranto (Editor Foto Republika). Mereka mengembangkan foto cerita mereka dalam bimbingan para mentor, yang memfasilitasi mereka selama hampir tiga bulan antara Februari hingga April 2022. Mentor PannaFoto dan alumni PPG yang membimbing para peserta adalah Edy Purnomo, Rosa Panggabean, Yoppy Pieter, dan Saša Kralj. Para peserta juga berkesempatan mengikuti sesi kelas bersama dua mentor tamu, Budi Setiyono dan Jenny Smets.
Kesepuluh penerima PPG XI adalah:
- Ahmad Tri Hawaari | Pos Kota - Jakarta
- Andri Saputra | Harian Rakyat Sulsel - Makassar
- Andry Denisah | Pewarta Foto Lepas - Kendari
- Bhagavad Sambadha | Tirto.id - Jakarta
- Felix Jody Kinarwan | Kontributor Project Multatuli - Banten
- Feny Selly Pratiwi | ANTARA Foto - Palembang
- Iqbal Firdaus | kumparan.com - Bekasi
- Kavin Faza | Ayobandung.com - Bandung
- Muhammad Zaenuddin | katadata.co.id - Jakarta
- Virliya Putricantika | Bandungbergerak.id - Bandung
14 Juni – 8 Juli 2022
Pukul 08.00 – 20.00 WIB
WTC 2, Lobby Area,
Jl. Jend. Sudirman Kav 29-31, Jakarta Selatan
Terbuka untuk umum
Webinar PYP: Merekam Imaji dalam Musik
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri Webinar Fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Kamis (02/06/2022), tiga fotografer membagikan pengalaman mereka merekam spektrum musik Indonesia. Tidak terbatas pada memotret aksi panggung sebuah grup musik, mereka berupaya mendokumentasikan musisi dan kehidupan mereka dalam foto-foto dan arsip tentang musik.
Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) memberi sambutan dengan memberi semangat untuk fotografer muda dari semua kalangan agar mengikuti semua sesi webinar gratis. Beliau juga mengingatkan audiens untuk mengikuti akun instagram Permata Photojournalist Grant (PPG) yang baru saja diaktifkan.
Kurnia Yaumil Fajar memulai diskusi dengan memperkenalkan ketiga panelis. Pembicara pertama adalah Malahayati, fotografer dokumenter dan komersial yang tinggal di Jakarta, sekaligus co-founder Women Photograph Indonesia. Panelis kedua adalah Aziziah Diah Aprilya, fotografer lepas bertempat tinggal di Makassar. Ia belajar dan bekerja bersama Tanahindie, institusi riset perkotaan, dan Yayasan Makassar Biennale. Panelis ketiga adalah Gevi Noviyanti, fotografer asal Cirebon, lulusan studi Etnomusikologi ISI Yogyakarta dan salah satu pengurus Kelas Pagi Yogyakarta.
Gevi Noviyanti berbagi tentang pengalamannya sebagai fotografer musik. “Dengan perkembangan teknologi, saat ini penonton secara aktif ikut mendokumentasikan pertunjukan musik di atas panggung,” ujarnya. Ia tak hanya memotret aksi pemusik, namun juga kerap membidik pengalaman penonton saat mengambil gambar atau merekam musisi idola mereka. Tantangan seorang fotografer musik adalah mampu menangkap suasana pertunjukan secara keseluruhan; aksi musisi di atas panggung, interaksi musisi dan penonton, keunikan riders musisi, kesibukan staff di belakang panggung, hingga aksi drummer yang biasanya duduk di area paling belakang.
“Seringkali setelah mendapatkan foto-foto ‘aman’, fotografer jadi punya kesempatan untuk bereksperimen dengan gaya visual sesuai keinginan mereka”, ungkap Malahayati. Tak hanya foto-foto aksi panggung musisi, ada berbagai insiden di belakang panggung yang Malahayati sempat dokumentasikan. Sayangnya, ia menyimpan foto-foto itu di compact disc (CD) yang saat ini tidak bisa lagi diakses karena rusak. Merefleksikan hal tersebut, teknik pengarsipan musik menjadi sangat penting.
Pengarsipan visual dapat menjadi referensi bagi musisi atau siapapun yang tertarik dengan musik. “Pendokumentasian musik di Indonesia itu penting sekali, sebab ternyata banyak sekali peristiwa musik yang luput kita catat”, ucap Aziziah atau yang akrab dipanggil Zizi. Ia dan Tanahindie fokus meneliti isu-isu urban di wilayah Indonesia Timur. Di 2019 mereka mengerjakan film dokumenter tentang 100 tahun musik populer di Makassar berjudul “Bunyi Kota”. Dari proyek itu Zizi tersadar jika musik bukan hanya sekadar nada, irama, lirik lagu, atau pemanggungan. Ternyata dari cover album, distribusi kaset/CD, peran komunitas musik hingga situasi politik saat itu penting untuk diarsipkan.
Menggunakan fotografi, Zizi mengarsipkan sejarah kota lewat pertumbuhan musik. Ia berharap foto-foto/arsip ini dapat menjadi pintu masuk yang menyenangkan untuk membicarakan perkembangan musik di Makassar atau kota-kota lain. Melalui arsip tersebut, non-musisi atau orang yang aktif di skena musik dapat mengetahui perkembangan kotanya. “Saya juga merasa arsip ini dapat hidup kembali dalam bentuk yang lain”, imbuh Zizi. Gagasan itu ia nyalakan lewat pameran arsip budaya pop 80-an bertajuk ‘Kawula Ria’.
Saat berproses pengerjaan Kawula Ria, Zizi bertemu dengan musisi/fotografer/mantan penyiar radio di era 70-an bernama Opa Ferial. Tak hanya memotret acara pernikahan, Opa Ferial ternyata tekun mengarsipkan foto-foto bioskop tua di Makassar. “Orang seperti Opa Ferial– orang yang sadar akan pendokumentasian dan arsip, harus ada banyak. Bagi saya ini bisa menjadi salah satu bagian dari pencatatan sejarah. Buku sejarah di sekolah hanya menceritakan pahlawan dan peristiwa besar. Sedangkan membaca sejarah dari fragmen budaya pop ternyata menyenangkan dan penting. Bukan saja untuk menghindari narasi tunggal, tapi juga untuk melihat bahwa di satu masa ada banyak sekali hal yang terjadi dan saling mempengaruhi ”, tutup Zizi.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
Webinar: Keluar Tumbuh Liar
Program terbaru Permata Bank dan PannaFoto Institute, Permata Youth Photostory (PYP) 2022, diramaikan dengan seri webinar fotografi Permata Youth Photostory 2022 (17 Mei - 30 Juni). Di seri ini, para pelaku fotografi dapat mencari inspirasi dengan mendengar lebih banyak JOURNEY dari para praktisi fotografi yang berpengalaman.
Selasa (24/05/2022), pendiri komunitas fotografi Kelas Pagi, Anton Ismael, berbagi mengenai filosofi pendidikan khususnya di dunia fotografi yang ia percayai dan lakukan sebagai insan kreatif. Dengan berani, Anton menerobos pakem dan tradisi dalam kekaryaan demi menemukan suatu kreativitas baru.
Andre Sebastian (VP, Head of External Communications) membuka sesi webinar dengan berharap para fotografer muda untuk mengikuti semua sesi webinar dan mendaftarkan diri ke PYP 2022 agar mendapat sesi pelatihan yang lebih intensif.
“Keluar Tumbuh Liar” bermula dari nama salah satu karya foto seputar rumah oleh Anton Ismael. Saat bekerja sebagai fotografer komersial di Third Eye Space, Anton tidak hanya menekan tombol rana dan mengarahkan model, ia juga kerap merefleksikan cerita kehidupan orang-orang yang ia temui. Hingga akhirnya di satu titik, ia merasa kesal dengan sistem pendidikan dan bertekad untuk membuat sebuah institusi pendidikan dengan sistem yang ia sukai. Kelas Pagi Jakarta lahir dengan support sistem bentukan Anton Ismael. “Kelas Pagi sebenarnya bukan sekolah fotografi tapi institusi mental. Karena menurut saya, fotografi mencerminkan pola pikir kita”, ujar Anton Ismael. Salah satu pengembangan karakter yang dilakukan siswa Kelas Pagi Jakarta adalah berani mempresentasikan karya mereka di atas KRL. Dengan menyadari pola pikir kita, kita bisa menyadari kelemahan dan kekuatan kita. Kelas Pagi tidak hanya hadir di Jakarta, tapi juga di Yogyakarta, Kediri dan Papua.
“Keluar Tumbuh Liar” belajar dari melihat dan berdiskusi bersama teman-teman dari Kelas Pagi dengan banyak latar belakang. “Keluar Tumbuh Liar” adalah refleksi Anton Ismael terhadap kehidupan domestiknya dan sebuah usaha untuk mendobrak batasan nilai/norma keluarga.
Kunjungi permata-photojournalistgrant.org untuk mendapat inspirasi dari para praktisi fotografi yang berpengalaman melalui seri program fotografi oleh PannaFoto Institute.
Seri Webinar Fotografi | Karierku, Pilihanku
Kamis, 9 Juni 2022 | 16.00 - 17.30 WIB
Pembicara: Ajeng Dinar, Thoudy Badai Rifanbillah
Host: Fernando Randy
Daftar via bit.ly/WEBINAR6PYP2022
Dua alumni Permata Photojournalist Grant berbicara mengenai suka duka dibalik penciptaan karya-karya foto jurnalistik yang disajikan untuk publik. Mereka akan membagikan bagaimana menempuh jalur karier sejak mereka mengenal fotografi hingga menjadi pewarta foto.
Ajeng Dinar Ulfiana lulus dari studi sarjana Sains Komunikasi. Ia memulai karier di dunia fotografi sebagai pewarta foto di Katadata.co.id (2018), kemudian bekerja di kantor berita Reuters (2019-2022). Ia mempelajari jurnalisme foto di Creative Forum (2014), kemudian mendalami proses membuat cerita foto di STEP Aqua (2015) dan PannaFoto Institute Mentorship (2016). Ia pernah memenangkan Anugerah Pewarta Foto Indonesia (2017), dan terpilih menjadi salah satu peserta Permata Photojournalist Grant (2018).
Fernando Randy adalah seorang alumni Permata Photojournalist Grant (2012). Di tahun yang sama, ia terpilih mengikuti lokakarya bersama fotografer senior asal Inggris, Martin Parr. Dalam kerja sama dengan beberapa fotografer, ia telah menerbitkan dua buku foto berjudul Repertoar dan Atmosphere. Fernando berpengalaman sebagai pembicara mengenai street dan sport photography di berbagai kampus.
Thoudy Badai Rifanbillah adalah seorang pewarta foto di media Republika. Ia mengenal dunia fotografi saat kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung dan bergabung bersama komunitas foto Photo's Speak. Ia mengawali karier sebagai pewarta foto pada tahun 2019 di Harian Republika dengan desk peliputan mengenai isu sosial budaya, metropolitan, dan nasional. Ia pernah mengikuti Workshop XL Axiata Photojournalist Mentorship (2020), juga berpartisipasi sebagai pameris di Solo Photo Festival (2020). Di tahun yang sama, ia terpilih menjadi salah satu peserta Permata Photojournalist Grant.
Info lebih lanjut
Asa (0858 8812 7367)
www.permata-photojournalistgrant.org
Sejumlah institusi pendidikan, dan komunitas fotografi mendukung penyelenggaraan Permata Youth Photostory (PYP) 2022, antara lain Universitas Katolik Parahyangan, Desain Komunikasi Visual Politeknik Harapan Bersama, Fotografi ISI Padang Panjang, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Arkademy, Kelas Pagi dan Women Photograph Indonesia.