Setelah melewati tiga kelas editing sebelumnya, akhirnya para peserta masuk pada tahap Photo Editing IV atau yang terakhir. Bersama masing-masing mentor, para peserta semakin jeli memilah foto, memutuskan untuk menguatkan atau bahkan mengubah angle peliputan karena situasi dan kondisi di lapangan, dan menceritakan pengalaman reflektif lainnya.
Adwit akhirnya menyerah, ia sudah mencoba berbagai cara untuk menggali cerita dokter hewan di wilayah konservasi anoa. Namun upayanya tak kunjung berbuah manis, “Saya akhirnya fokus pada upaya konservasi anoa karena sulit sekali mendekati narasumber ini. Setelah melakukan pendekatan beberapa kali tapi rasanya ia masih tidak nyaman difoto,” ungkapnya.
Rosa Panggabean, mentor Adwit pun setuju dengan pilihannya. Menimbang waktu yang semakin mepet, mengubah angle menjadi pilihan yang tepat. Cerita menarik lainnya datang dari Kristi Dwi Utami, satu-satunya perempuan dalam angkatan PPG ke-12 ini rela menginap di rumah sang narasumber demi mendapatkan foto aktivitas Ibu Sinarti, perempuan nelayan saat menjaring ikan-ikan di laut. “Kalau lebih dari sehari muka ibu ini lama-lama makin mirip sama kamu,” seloroh Rosa saat melihat jepretan Kristi.
Edy Purnomo mengamati proses bertumbuh para peserta sejak awal. Menurutnya, mereka masih banyak yang kesulitan menentukan pendekatan visual apa yang dipilih, “Ibarat musik pop dan jazz tidak bisa dalam satu lagu begitu juga dengan dokumenter dan pendekatan lainnya,” ujarnya.
Pernyataan menarik lainnya datang dari Muhammad Tohir, selama proses pelatihan ini, pewarta foto asal Palembang ini merasa tidak seperti seorang pewarta foto karena beberapa kali mengarahkan subyek sebelum difoto, “Kalau saya biasa meliput harian yang menangkap momen, ini pertama kali saya menyeting narasumber rasanya tidak seperti jurnalis,” ungkapnya.
Rosa merespons Tohir dengan pengertian, menyeting subyek yang dimaksud adalah set up yang diperbolehkan dalam standar World Press Photo (WPP), “Di Indonesia pun Praktik ini tidak dilarang menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) atau Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Setting boleh dengan syarat tetap berpijak pada fakta dan menyantumkan keterangan pada deskripsi, jangan sampai salah kaprah mengartikan ini,” sahutnya.
Edy menambahkan, apa yang para peserta lakukan selama proses pelatihan ini adalah kerja-kerja jurnalistik, hanya bahasa yang dipakai mungkin asing bagi pewarta foto yang baru pertama kali melakukan peliputan secara mendalam.
Di akhir sesi, Abriansyah Liberto alumni cum observer pada PPG tahun ini mengingatkan para peserta agar membuat satu paragraf yang menjelaskan inti dari peliputan premis ini berguna tidak melenceng dari tujuan awal.