Rangkaian program Permata Photojournalist Grant (PPG) 2021 yang telah berlangsung sekitar 3 bulan hampir mendekati proses akhir. Dalam dua sesi terakhir, peserta PPG bertatap muka secara daring bersama Jenny Smets, kurator dan editor foto independen dari Belanda. Dalam dua sesi, proyek foto masing-masing peserta akan ditinjau dan disusun ulang hingga menghasilkan final editing. Setiap peserta nantinya mendapat kesempatan sekitar jam untuk berdiskusi bersama Jenny dan mentor lainnya, serta mempresentasikan cerita foto dan dua belas foto terpilih.
Virliya Putricantika (Bandungbergerak.id, Bandung) menyajikan cerita tentang penyintas dan aktivis kekerasan seksual. Pilihan Virliya untuk membuka cerita dengan portrait subjek memegang payung cukup kuat, namun terlalu banyak foto simbolik dalam sequence meski masih dapat dimengerti. “Jika kamu kesulitan untuk memvisualkan cerita, foto-foto simbolik selalu jadi solusi yang mungkin dilakukan”, ujar Jenny.
Moch. M. Kavin Faza (Ayobandung.com, Bandung) bercerita tentang seorang seniman pantomim dan aktivis asal Bandung bernama Wanggi Hoed. Kavin membuat series potrait yang merekonstruksi isu aktivisme yang disuarakan Wanggi. Bagi Jenny, cerita foto Kavin agak sulit untuk dimengerti dalam sekali lihat sebab Jenny berasal dari Belanda dan asing dengan kegiatan Wanggi Hoed. Setelah Kavin menjelaskan latar belakang Wanggi, baru rangkaian fotonya menjadi lebih masuk akal. Kemudian Jenny membantu Kavin menyusun ulang cerita fotonya agar lebih mudah dipahami.
Iqbal Firdaus (Kumparan.com, Bekasi), menceritakan kisah seorang penyintas bunuh diri bernama Buluk/Lukman. Iqbal menggabungkan imaji dari keseharian Buluk/Lukman, momen di mana ia sedang pentas sebagai musisi dan fragmen memori keluarga kecilnya.
“Ini bukan hanya untuk Iqbal, namun juga untuk kalian semua. Kalian harus menyadari jika kalian tidak bisa menaruh semuanya di satu foto atau cerita. Kalian tidak bisa berekspektasi audiens akan mampu menangkap semua emosi hanya dengan menggunakan teknik fotografi. Sebab saya bisa saja mengartikannya berbeda dari yang kalian rencanakan. Untuk menangkap emosi dan empati, kalian harus mampu membangun koneksi dengan subjek. Untuk itu, setidaknya bagi saya, cerita-cerita ini menjadi abstrak jika kalian terlalu banyak menggunakan foto simbolis.” jelas Jenny menanggapi cerita yang ditampilkan Iqbal. Setelah melalui diskusi cukup panjang bersama Iqbal dan mentor Yoppie, Jenny puas dengan hasil akhir sequencing.