Keluarga Tanpa Ikatan Darah
I
“Nek, kenapa Nek sayang dan tulus ngerawat Mas dari kecil, padahal Mas kan bukan cucu kandung Nek?”
“Itu semua naluriah seorang perempuan sebagai Ibu, Mas.”
“Kenapa Mas jadi prioritas Nek, melebihi diri Nek sendiri?”
“Mas itu udah kayak anak Nek sendiri. Naluri Nek sebagai orang tua, pasti bakal ngutamain keluarga dibanding diri sendiri. Nek sayang sama Mas.”
II
“Nek!”
Begitulah saya memanggilnya dengan penuh kasih, meski Nenek tidak punya ikatan darah dengan saya. Ibu saya mempunyai dua ibu, kandung dan angkat. Beliau anak ketujuh dalam keluarga kandungnya. Karena kendala ekonomi, Ibu diserahkan kepada Nek sebagai anak angkat.
Sejak saya lahir pada tahun 1999, saya tinggal di rumah Nek bersama orang tua saya. Dulu, karena urusan perkuliahan dan pekerjaan, orang tua saya sering tidak berada di rumah. Nek lah yang menemani dan mengasuh saya sejak bayi hingga taman kanak-kanak (TK). Ketika SD dan SMP, saya berpisah dengan Nek. Namun, saat SMA, saya memutuskan untuk mengejar pendidikan di kota Bandung dan kembali tinggal bersama Nek. Bagi saya, Nek adalah malaikat yang menemani perjalanan hidup saya, meskipun tidak ada benang merah keluarga yang mengikat kami.
Hari demi hari dilalui, saya terus beranjak dewasa dan menjalani kehidupan mandiri. Kini, tiba waktunya di mana saya tidak akan lagi tinggal bersama Nek. Namun, Nek dan rumahnya akan selalu menjadi tempat saya pulang.