Cermin Tanaka
CERMIN TANAKA
Rahmad Azhar Hutomo (National Geographic Indonesia, Jakarta)
Sejumlah jarum berukuran 0,2-0,5 mm terpasang pada derma pen, alat microneedling elektronik yang biasa digunakan untuk perawatan kecantikan. Perlahan dan teratur, ujung-ujung jarum menekan permukaan wajah, menembus ke dalam pori-pori kulit wajah dan menimbulkan luka-luka kecil yang mengeluarkan tetesan darah. Ada rasa ngilu sekaligus ngeri saat menyaksikannya.
Hari itu, Tanaka Hanzaro melakukan facial, ritual yang sudah lama tidak dilakukannya. Kulitnya yang terbakar matahari Bali menuntut perawatan. Dengan facial, sel-sel kulit mati di wajahnya akan terangkat dan tekstur kulit wajahnya kembali kenyal dan cerah.
Zaman telah berubah. Perawatan tubuh dan kulit yang semula milik wanita, kini menjadi bagian penting dari kepercayaan diri kaum pria. “Dari tahun ke tahun ada peningkatan pasien pria, dari 5% menjadi 10%,” ungkap dr. Berlin, salah satu spesialis di sebuah klinik perawatan kulit di Jakarta.
Fenomena pria metroseksual mulai merebak sejak tahun 1994, seiring dengan artikel yang ditulis oleh Mark Simpson di harian The Independent dan terbit pada 15 November 1994. Topik ini kembali dipopulerkan dalam artikel yang juga ditulis oleh Simpson di Salon.com pada tahun 2002, yaitu “Meet the metrosexual”, yang mendaulat David Beckham sebagai role model pria metroseksual. Salon kecantikan dan dandanan rapi yang dulu dianggap tabu bagi pria kini telah berganti. Sekarang, penampilan juga menjadi bagian penting dari gaya hidup pria.
Kota yang menjadi pusat perekonomian seperti Jakarta menjadi lahan sempurna untuk mengikuti derasnya arus globalisasi dan informasi yang seakan mendukung fenomena metroseksual.
Untuk menunjang profesinya di bidang pemasaran, penting bagi Tanaka menjaga kesempurnaan penampilannya, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Melengkapi predikatnya sebagai pria meteroseksual, Tanaka menambahkan, “Dulu pas kuliah gue dapat julukan si rapi dari dosen.”
Selain perawatan kulit, Tanaka juga rajin menjaga bentuk tubuhnya di pusat kebugaran. Perut six pack pun ia miliki, apalagi setelah resmi menjadi karyawan perusahaan suplemen L-men yang memiliki peraturan ketat tentang bentuk tubuh karyawan. Tidak hanya penampilan, menjaga bentuk tubuh juga menjadi tolak ukur dan ciri khas kaum urban ini.
Kini, ciri pria maskulin telah bergeser. Tidak hanya berpenampilan ‘macho’, tapi juga dituntut untuk tampil rapi, wangi dan klimis. Pergeseran nilai menurut teori hierarki kebutuhan Maslow semakin berkembang. Pria tak lagi harus mampu memenuhi kebutuhan dasarnya saja, tapi mulai mencari eksistensi dan pengakuan untuk mengangkat status sosialnya.
Sejatinya, kepercayaan diri adalah esensi menjalankan hidup. Bukan tentang menjadi apa yang diinginkan orang lain, tetapi bagaimana seseorang bisa menemukan keindahan dalam dirinya sendiri. Untuk itu, rasanya tak perlu mengubah diri menjadi sesuatu yang lain. Berbanggalah atas keunikan yang kita miliki sekarang.