Suara Semu
Suara Semu
Bahiroh Adilah, Fotografer Lepas
Dalam sepi, suara bising itu kembali terdengar. Semakin riuh dan lantang.
Tak ada hal lain yang bisa saya dengar ataupun lihat. Dalam gelap malam, segalanya terasa penuh dan sesak.
“Who’s robbing us of life and light?
Does our ruin benefit the earth?
Does it help the grass to grow or the sun to shine?
Is this darkness in you, too?
Have you passed through this night?”
(Explosions in the Sky – Have You Passed Through This Night?)
Saya lebih sering diam. Kesendirian telah menjadi kawan sejak kecil. Begitupun dengan suara bising yang kerap mengiringi kesendirian. Dalam diam, saya bisa membaca berbagai peristiwa yang terjadi dalam diri dan keluarga. Terkadang saya merasa kesepian, tapi tak jarang saya sengaja mencari rasa sepi itu. Semakin sepi, semakin ramai pula suara itu dalam kepala saya.
Pandemi hadir. Suara bising yang semula menjadi kawan, kini jadi lawan. Berdengung tanpa henti. Kekhawatiran, ketakutan, keraguan, dan penyesalan, berkerumunan dalam suara bising yang tak kunjung reda. Saya hampir saja kalah karena tak bisa mengendalikannya.
Saya harus mulai berdamai dengan suara itu. Mungkin tak seharusnya dihindari, tak seharusnya pula disingkirkan. Mencoba menjadikannya kawan, bukan lawan. Mengubah kekhawatiran dan ketakutan menjadi harapan, mimpi, dan ambisi. Menjadi penanda bahwa perjalanan saya bertumbuh masih terus berjalan.