Multimedia dan perkembangannya sangat pesat. Artinya, di dalam dunia online, kebutuhan pasar akan foto dan video cukup besar. Alhasil fotografer kerap dituntut untuk memenuhi kebutuhan ini dan tentunya memberikan peluang bagi fotografer untuk mengisi “lahan” baru tersebut melalui karya-karyanya.
“Sekarang ini kita hidup di generasi online dimana semua aplikasi dan teknologi sudah sangat terbuka dan generasi fotografer saat ini penting untuk dibekali ilmu baru termasuk multimedia,” kata Eddy Hasbi, fotografer senior harian Kompas yang saat itu menjadi mentor tamu Kelas Permata Photojournalist Grant 2013 pada hari Jumat lalu (13/12) di kelas PPG di PermataBank Tower lantai 21, Jakarta.
Di dalam sesi kelas yang berlangsung selama tiga jam, Eddy menyampaikan bahwa multimedia sendiri sebetulnya bukan hal yang baru dan saat ini dalam multimedia dikenal beberapa kategori, seperti Shoot Online, Picture Online, dan Alternative Documenter. Dengan memadukan antara foto, video, dan audio, para fotografer bisa memanfaatkan elemen-elemen tersebut untuk membuat karya multimedia. Masih menurut Eddy, tantangan utamanya adalah kemampuan untuk membuat story telling dan riset.
Untuk membuat multimedia, Eddy pun tak segan-segan membagi beberapa trik berdasarkan pengalamannya. Termasuk trik-trik seperti zoom-in, zoom out, dan panning agar multimedia yang dihasilkan tidak membosankan. Eddy juga memperkenalkan beberapa teknik baru yang mau tidak harus dikenal oleh fotografer, misalnya teknik hyperlapse, time lapse, paralaks, tilt, trekking, dll.
Menurut Eddy bagi fotografer yang ingin bergerak ke ranah multimedia sebetulnya tidaklah terlalu sulit. Satu hal yang perlu diasah adalah kemampuan si fotografer untuk memilah kapan ia harus memotret untuk karya foto still dan kapan harus merekam untuk kebutuhan video. Selebihnya adalah memadukannya dengan wawancara, materi riset, dan storyline yang sebelumnya sudah dibuat.
Di sesi kelas yang juga merupakan sesi terakhir kelas PPG, Eddy juga memutarkan beberapa teaser dan multimedia karyanya serta beberapa stopmotion dari mancanegara yang bisa dijadikan referensi bagi para peserta untuk mengenal lebih jauh tentang multimedia.
“Intinya adalah koleksi foto-foto kita bisa menjadi dokumenter asal mempunyai kekuatan bermain di story telling dan fotografer juga harus menyadari bahwa kumpulan foto-fotonya kelak bisa diolah,” kata Eddy saat mengakhiri kelas. (AWS/foto: Radityo Widiatmojo)