Dilengkapi dengan kemampuan untuk membangkitkan emosi audiens tanpa menggunakan kata-kata dan menggiring persepsi dengan cepat, inilah keunggulan foto. Namun di sisi lain, foto memiliki kelemahan yakni visual tak dapat menceritakan semua hal dengan detail. Untuk itu, diperlukan medium komunikasi selain visual untuk mengisi detail cerita. Sejak pertama kali terselenggara, Permata PhotoJournalist Grant (PPG) selalu memberikan materi penulisan untuk menyiasati kebutuhan pewarta foto.
Program PPG 2021 mengundang Budi Setiyono, wartawan dan redaktur pelaksana Historia.id untuk memberikan materi Penulisan 1, selasa 22 Maret 2022. Materi kelas dimulai dari penjabaran singkat bentuk-bentuk penulisan berita; Berita Lempang, Feature, dan Narasi. Pengetahuan tentang bentuk-bentuk penulisan berita memberikan gambaran konten dan struktur tulisan yang akan dibuat. Misalnya, dalam Berita Lempang atau Berita Langsung, cukup berisi informasi umum 5W1H. Sementara untuk Feature dan Narasi, bisa memberikan informasi yang lebih mendalam.
Seiring perkembangan berita digital, wartawan bereksperimen dengan format baru untuk meningkatkan dan mengubah pengalaman audiens. Format ini adalah format multimedia; menggabungkan teks berita jurnalistik dengan foto, video, aplikasi atau animasi. Salah satu format multimedia yang meraih hadiah Pulitzer tahun 2013 dan menarik lebih dari 3 juta pengunjung adalah reportase “Snow Fall” di The New York Times. Mengisahkan sekelompok pemain ski yang terjebak dalam longsoran salju. Kisah lain yang tak kalah populer adalah “Firestorm” di The Guardian UK, kisah keluarga Holmes yang terjebak di tengah kebakaran hutan. Format multimedia seperti itu telah jamak dilakukan oleh media-media luar negeri, namun belum banyak dilakukan oleh media di Indonesia.
“Belajar menulis itu sama seperti orang belajar naik sepeda,” kata Budi Setiyono, sambil menunjukkan ilustrasi orang yang tengah belajar naik sepeda di layar zoom meeting. Satu-satunya cara paling tepat adalah mencoba. Dalam prosesnya, kita akan terjatuh dan bangkit berulang kali. Jarak perjalanan kita mengendarai sepeda berbanding lurus dengan tingkat kesulitan penulisan yang kita coba. Semakin jauh kita mengayuh, semakin sulit namun terlatih dalam penulisan. Dalam proses penulisan, kita membutuhkan seorang teman atau seorang editor untuk mendorong kita agar terus maju dan mencoba.
Kemudian beliau menjelaskan bagaimana cara menggali atau mencari tema. Tema ada di mana-mana dan mudah dicari. Namun, tidak semua tema menarik atau layak untuk diberitakan. Kesulitan menentukan tema adalah hal yang wajar. Untuk itu, kita perlu merawat rasa ingin tahu, skeptis, penasaran, tak gampang puas serta gairah untuk mengasah insting kita. Menjadi pemburu sekaligus peramu yang melahap informasi dan bacaan apa saja, mengoleksi data, mengamati lingkungan sekitar, mengikuti peristiwa aktual atau tahunan yang membentuk pola, dan lainnya.
Menurut Budi Setiyono, sebuah tema dianggap menarik jika belum ada yang menuliskannya. Setelah menemukan tema, lakukan riset dan pendalaman tema. Langkah yang dapat dilakukan berupa; riset di internet, membaca buku dan berbagai sumber lain, mencari sumber dari kliping koran, observasi lapangan, wawancara ahli, cermat memilih angle berita dan menyusun kerangka liputan (outline). Dalam proses penulisan, Budi Sutiyono menyarankan untuk menyelesaikan draft tulisan lalu fokus penyuntingan di akhir proses menulis.
Selanjutnya, beliau menjelaskan unsur-unsur penting dalam penulisan. Unsur pertama adalah plot. Plot adalah rantai hubungan sebab-akibat yang menciptakan pola tindakan dan perilaku. Plot menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang akhirnya membangun keseluruhan cerita. Unsur berikutnya adalah deskripsi.
Unsur ini menimbulkan realitas kesadaran bagi pembaca, membuat pembaca bertindak sebagai partisipan dalam suatu cerita. Unsur ketiga adalah karakter, yang membuat pembaca mengenal tokoh cerita. Lalu unsur terakhir adalah dialog yang membuat tokoh-tokoh tersebut hidup. Budi juga mengingatkan tentang pentingnya membuat kerangka dan struktur cerita terlebih dahulu. Tujuannya agar ide-ide yang acak bisa tersusun rapi dan tidak menyulitkan kita ketika menulis.
Setelah kurang lebih dua jam menyampaikan materi, pada 60 menit terakhir ia pergunakan untuk mengajak peserta berdiskusi dan membedah satu per satu naskah yang mereka kerjakan.